Renova Novita Haloho

Rabu, 09 Mei 2012

MenKes 900

KEPUTUSANMENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 900/MENKES/SK/VII/2002
TENTANG
REGISTRASI DAN PRAKTIK BIDAN


MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah perlu diadakan
penyempurnaan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
572/Menkes/Per/VI/1996 tentang Registrasi dan Praktik Bidan.

Mengingat :
 1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3495);

2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3839);

3. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara
Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3637);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom
(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3952);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4090);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan
Dekonsentrasi (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 62, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4095);
196

8. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2001 tentang Penyelengaraan
Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 77,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4106);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2001 tentang Pelaporan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001
Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4124);

10. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1994 tentang
Pengangkatan Bidan Sebagai Pegawai Tidak Tetap;

11. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2000 tentang
Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1994 tentang
Pengangkatan Bidan Sebagai Pegawai Tidak Tetap;

12. Keputusan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Nomor
1446.A/Menkes-Kessos/SK/IX/2000 tentang Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Perpanjangan Masa Bakti Bidan PTT dan Pengembangan
Karier Bidan Pasca PTT;

13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1277/Menkes/SK/XI/2001
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan.

M E M U T U S K A N:
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG REGISTRASI
DAN PRAKTIK BIDAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan lulus ujian
sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
2. Registrasi adalah proses pendaftaran, pendokumentasian dan pengakuan terhadap bidan,
setelah dinyatakan memenuhi minimal kompetensi inti atau standar penampilan minimal
yang ditetapkan, sehingga secara fisik dan mental mampu melaksanakan praktik profesinya.
3. Surat Izin Bidan selanjutnya disebut SIB adalah bukti tertulis pemberian kewenangan untuk
menjalankan pelayanan asuhan kebidanan di seluruh wilayah Republik Indonesia.
197
4. Praktik Bidan adalah serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan
kepada pasien (individu, keluarga dan masyarakat) sesuai dengan kewenangan dan
kemampuannya.
5. Surat Izin Praktik Bidan selanjutnya disebut SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada
bidan untuk menjalankan praktik bidan.
6. Standar Profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam
melaksanakan profesi secara baik.
7. Organisasi Profesi adalah Ikatan Bidan Indonesia (IBI).

BAB II
PELAPORAN DAN REGISTRASI
Pasal 2
(1) Pimpinan penyelenggaraan pendidikan bidan wajib menyampaikan laporan secara tertulis
kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi mengenai peserta didik yang baru lulus, selambatlambatnya
1 (satu) bulan setelah dinyatakan lulus.
(2) Bentuk dan isi laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Formulir I
terlampir.

Pasal 3
(1) Bidan yang baru lulus mengajukan permohonan dan mengirimkan kelengkapan registrasi
kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dimana institusi pendidikan berada guna
memperoleh SIB selambat-lambatnya 1(satu) bulan setelah menerima ijazah bidan.
(2) Kelengkapan registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain meliputi :
a. fotokopi Ijazah Bidan;
b. fotokopi Transkrip Nilai Akademik;
c. surat keterangan sehat dari dokter;
d. pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
(3) Bentuk permohonan SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Formulir II
terlampir.

Pasal 4
(1) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atas nama Menteri Kesehatan melakukan registrasi
berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 untuk menerbitkan SIB.
(2) SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
atas nama Menteri Kesehatan, dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak
permohonan diterima dan berlaku secara nasional.
(3) Bentuk dan isi SIB sebagaimana tercantum dalam Formulir III terlampir.
198

Pasal 5
(1) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi harus membuat pembukuan registrasi mengenai SIB yang
telah diterbitkan.
(2) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi menyampaikan laporan secara berkala kepada Menteri
Kesehatan melalui Sekretariat Jenderal c.q Kepala Biro Kepegawaian Departemen Kesehatan
dengan tembusan kepada organisasi profesi mengenai SIB yang telah diterbitkan untuk
kemudian secara berkala akan diterbitkan dalam buku registrasi nasional.

Pasal 6
(1) Bidan lulusan luar negeri wajib melakukan adaptasi untuk melengkapi persyaratan
mendapatkan SIB.
(2) Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada sarana pendidikan yang
terakreditasi yang ditunjuk pemerintah.
(3) Bidan yang telah menyelesaikan adaptasi diberikan surat keterangan selesai adaptasi oleh
pimpinan sarana pendidikan.
(4) Untuk melakukan adaptasi bidan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi.
(5) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan melampirkan:
a. Fotokopi Ijazah yang telah dilegalisir oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi;
b. Fotokopi Transkrip Nilai Akademik yang bersangkutan.
(6) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) menerbitkan rekomendasi untuk melaksanakan adaptasi.
(7) Bidan yang telah melaksanakan adaptasi, berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 dan Pasal 4.
(8) Bentuk permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sebagaimana tercantum dalam
Formulir IV terlampir.

Pasal 7
(1) SIB berlaku selama 5 Tahun dan dapat diperbaharui serta merupakan dasar untuk
menerbitkan SIPB.
(2) Pembaharuan SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi dimana bidan praktik dengan melampirkan antara lain:
a. SIB yang telah habis masa berlakunya;
b. Surat Keterangan sehat dari dokter;
c. Pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
199

BAB III
M A S A B A K T I
Pasal 8
Masa bakti bidan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

BAB IV
P E R I Z I N A N

Pasal 9
(1) Bidan yang menjalankan praktik harus memiliki SIPB.
(2) Bidan dapat menjalankan praktik pada sarana kesehatan dan/ atau perorangan.

Pasal 10
(1) SIPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) diperoleh dengan mengajukan
permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan melampirkan persyaratan,
antara lain meliputi :
a. fotokopi SIB yang masih berlaku;
b. fotokopi ijazah Bidan;
c. surat persetujuan atasan, bila dalam pelaksanaan masa bakti atau sebagai Pegawai Negeri
atau pegawai pada sarana kesehatan.
d. surat keterangan sehat dari dokter;
e. rekomendasi dari organisasi profesi;
f. pas foto 4 X 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
(3) Rekomendasi yang diberikan organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e,
setelah terlebih dahulu dilakukan penilaian kemampuan keilmuan dan keterampilan,
kepatuhan terhadap kode etik profesi serta kesanggupan melakukan praktik bidan.
(4) Bentuk permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) seperti tercantum dalam Formulir
V terlampir.

Pasal 11
(1) SIPB berlaku sepanjang SIB belum habis masa berlakunya dan dapat diperbaharui kembali.
(2) Pembaharuan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/ Kota setempat dengan melampirkan:
a. fotokopi SIB yang masih berlaku;
b. fotokopi SIPB yang lama;
200
c. surat keterangan sehat dari dokter;
d. pas foto 4 X 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar;
e. rekomendasi dari organisasi profesi.

Pasal 12
Bidan pegawai tidak tetap dalam rangka pelaksanaan masa bakti tidak memerlukan SIPB.

Pasal 13
Setiap bidan yang menjalankan praktik berkewajiban meningkatkan kemampuan keilmuan dan/
atau keterampilannya melalui pendidikan dan/ atau pelatihan.

BAB V
PRAKTIK BIDAN

Pasal 14
Bidan dalam menjalankan praktiknya berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi :
a. pelayanan kebidanan;
b. pelayanan keluarga berencana;
c. pelayanan kesehatan masyarakat.

Pasal 15
(1) Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a ditujukan kepada ibu
dan anak.
(2) Pelayanan kepada ibu diberikan pada masa pranikah, prahamil, masa kehamilan, masa
persalinan, masa nifas, menyusui dan masa antara (periode interval).
(3) Pelayanan kebidanan kepada anak diberikan pada masa bayi baru lahir, masa bayi, masa anak
balita dan masa pra sekolah.

Pasal 16
(1) Pelayanan kebidanan kepada ibu meliputi :
a. penyuluhan dan konseling;
b. pemeriksaan fisik;
c. pelayanan antenatal pada kehamilan normal;
d. pertolongan pada kehamilan abnormal yang mencakup ibu hamil dengan abortus iminens,
hiperemesis gravidarum tingkat I, preeklamsi ringan dan anemi ringan;
e. pertolongan persalinan normal;
201
f. pertolongan persalinan abnormal, yang mencakup letak sungsang, partus macet kepala di
dasar panggul, ketuban pecah dini (KPD) tanpa infeksi, perdarahan post partum, laserasi
jalan lahir, distosia karena inersia uteri primer, post term dan pre term;
g. pelayanan ibu nifas normal;
h. pelayanan ibu nifas abnormal yang mencakup retensio plasenta, renjatan dan infeksi
ringan;
i. pelayanan dan pengobatan pada kelainan ginekologi yang meliputi keputihan, perdarahan
tidak teratur dan penundaan haid.
(2) Pelayanan kebidanan kepada anak meliputi :
a. pemeriksaan bayi baru lahir;
b. perawatan tali pusat;
c. perawatan bayi;
d. resusitasi pada bayi baru lahir;
e. pemantauan tumbuh kembang anak;
f. pemberian imunisasi;
g. pemberian penyuluhan.

Pasal 17
Dalam keadaan tidak terdapat dokter yang berwenang pada wilayah tersebut, bidan dapat
memberikan pelayanan pengobatan pada penyakit ringan bagi ibu dan anak sesuai dengan
kemampuannya.

Pasal 18
Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 berwenang untuk :
a. memberikan imunisasi;
b. memberikan suntikan pada penyulit kehamilan, persalinan dan nifas;
c. mengeluarkan placenta secara manual;
d. bimbingan senam hamil;
e. pengeluaran sisa jaringan konsepsi;
f. episiotomi;
g. penjahitan luka episiotomi dan luka jalan lahir sampai tingkat II;
h. amniotomi pada pembukaan serviks lebih dari 4 cm;
i. pemberian infus;
j. pemberian suntikan intramuskuler uterotonika, antibiotika dan sedativa;
k. kompresi bimanual;
l. versi ekstraksi gemelli pada kelahiran bayi kedua dan seterusnya;
202
m. vacum ekstraksi dengan kepala bayi di dasar panggul;
n. pengendalian anemi;
o. meningkatkan pemeliharaan dan penggunaan air susu ibu;
p. resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia;
q. penanganan hipotermi;
r. pemberian minum dengan sonde/ pipet;
s. pemberian obat-obat terbatas, melalui lembaran permintaan obat sesuai dengan Formulir VI
terlampir;
t. pemberian surat keterangan kelahiran dan kematian.

Pasal 19
Bidan dalam memberikan pelayanan keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 14
huruf b, berwenang untuk :
a. memberikan obat dan alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat kontrasepsi dalam rahim, alat
kontrasepsi bawah kulit dan kondom;
b. memberikan penyuluhan/konseling pemakaian kontrasepsi;
c. melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim;
d. melakukan pencabutan alat kontrasepsi bawah kulit tanpa penyulit;
e. memberikan konseling untuk pelayanan kebidanan, keluarga berencana dan kesehatan
masyarakat.

Pasal 20
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal
14 huruf c, berwenang untuk :
a. pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan anak;
b. memantau tumbuh kembang anak;
c. melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas;
d. melaksanakan deteksi dini, melaksanakan pertolongan pertama, merujuk dan memberikan
penyuluhan Infeksi Menular Seksual (IMS), penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat
Adiktif lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya.

Pasal 21
(1) Dalam keadaan darurat bidan berwenang melakukan pelayanan kebidanan selain kewenangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14.
(2) Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk penyelamatan jiwa.
203

Pasal 22
Bidan dalam menjalankan praktik perorangan harus memenuhi persyaratan yang meliputi tempat
dan ruangan praktik, tempat tidur, peralatan, obat-obatan dan kelengkapan administrasi.

Pasal 23
(1) Bidan dalam menjalankan praktik perorangan sekurang-kurangnya harus memiliki peralatan
dan kelengkapan administratif sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Keputusan ini.
(2) Obat-obatan yang dapat digunakan dalam melakukan praktik sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II Keputusan ini.

Pasal 24
Bidan dalam menjalankan praktik harus membantu program pemerintah dalam meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat khususnya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana.

Pasal 25
(1) Bidan dalam menjalankan praktik harus sesuai dengan kewenangan yang diberikan,
berdasarkan pendidikan dan pengalaman serta dalam memberikan pelayanan berdasarkan
standar profesi.
(2) Di samping ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bidan dalam melaksanakan
praktik sesuai dengan kewenangannya harus :
a. menghormati hak pasien;
b. merujuk kasus yang tidak dapat ditangani;
c. menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d. memberikan informasi tentang pelayanan yang akan diberikan;
e. meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan;
f. melakukan catatan medik (medical record) dengan baik.

Pasal 26
Petunjuk pelaksanaan praktik bidan sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Keputusan ini.

BAB VI
PENCATATAN DAN PELAPORAN

Pasal 27
(1) Dalam melakukan praktiknya bidan wajib melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai
dengan pelayanan yang diberikan.
204
(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan ke Puskesmas dan tembusan
kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
(3) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran IV
Keputusan ini.

BAB VII
PEJABAT YANG BERWENANGMENGELUARKAN
DANMENCABUT IZIN PRAKTIK

Pasal 28
(1) Pejabat yang berwenang mengeluarkan dan mencabut SIPB adalah Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
(2) Dalam hal tidak ada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi dapat menunjuk pejabat lain.
Pasal 29
(1) Permohonan SIPB yang disetujui atau ditolak harus disampaikan oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/ Kota kepada pemohon dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu)
bulan sejak tanggal permohonan diterima.
(2) Apabila permohonan SIPB disetujui, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota harus
menerbitkan SIPB.
(3) Apabila Permohonan SIPB ditolak, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota harus
memberikan alasan penolakan tersebut.
(4) Bentuk dan isi SIPB yang disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam
Formulir VII terlampir.
(5) Bentuk surat penolakan SIPB sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tercantum dalam
Formulir VIII terlampir.

Pasal 30
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menyampaikan laporan secara berkala kepada Kepala
Dinas Kesehatan Propinsi setempat tentang pelaksanaan pemberian atau penolakan SIPB
diwilayahnya dengan tembusan kepada organisasi profesi setempat.
205

BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 31
(1) Bidan wajib mengumpulkan sejumlah angka kredit yang besarnya ditetapkan oleh organisasi
profesi.
(2) Angka kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikumpulkan dari angka kegiatan
pendidikan dan kegiatan ilmiah dan pengabdian masyarakat.
(3) Jenis dan besarnya angka kredit dari masing-masing unsur sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) ditetapkan oleh organisasi profesi.
(4) Organisasi profesi mempunyai kewajiban membimbing dan mendorong para anggotanya
untuk dapat mencapai angka kredit yang ditentukan.

Pasal 32
Pimpinan sarana kesehatan wajib melaporkan bidan yang melakukan praktik dan yang berhenti
melakukan praktik pada sarana kesehatannya kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota
dengan tembusan kepada organisasi profesi.

Pasal 33
(1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dan/ atau organisasi profesi terkait melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap bidan yang melakukan praktik diwilayahnya.
(2) Kegiatan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
melalui pemantauan yang hasilnya dibahas secara periodik sekurang-kurangnya 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun.

Pasal 34
Selama menjalankan praktik seorang Bidan wajib mentaati semua peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

Pasal 35
(1) Bidan dalam melakukan praktik dilarang:
a. menjalankan praktik apabila tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam izin
praktik.
b. melakukan perbuatan yang bertentangan dengan standar profesi.
(2) Bagi bidan yang memberikan pertolongan dalam keadaan darurat atau menjalankan tugas
didaerah terpencil yang tidak ada tenaga kesehatan lain, dikecualikan dari larangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir a.
206

Pasal 36
(1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dapat memberikan peringatan lisan atau tertulis
kepada bidan yang melakukan pelanggaran terhadap Keputusan ini.
(2) Peringatan lisan atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling banyak 3
(tiga) kali dan apabila peringatan tersebut tidak diindahkan, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dapat mencabut SIPB Bidan yang bersangkutan.

Pasal 37
Sebelum Keputusan pencabutan SIPB ditetapkan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota
terlebih dahulu mendengar pertimbangan dari Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) atau
Majelis Pembinaan dan Pengawasan Etika Pelayanan Medis (MP2EPM) sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 38
(1) Keputusan pencabutan SIPB disampaikan kepada bidan yang bersangkutan dalam waktu
selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung sejak keputusan ditetapkan.
(2) Dalam Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebutkan lama pencabutan SIPB.
(3) Terhadap pencabutan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan keberatan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah
Keputusan diterima, apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari tidak diajukan keberatan,
maka keputusan tersebut dinyatakan mempunyai kekuatan hukum tetap.
(4) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi memutuskan ditingkat pertama dan terakhir semua
keberatan mengenai pencabutan SIPB.
(5) Sebelum prosedur keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditempuh, Pengadilan Tata
Usaha Negara tidak berwenang mengadili sengketa tersebut sesuai dengan maksud Pasal 48
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara.

Pasal 39
Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota melaporkan setiap pencabutan SIPB kepada Kepala
Dinas Kesehatan Propinsi setempat dengan tembusan kepada organisasi profesi setempat.

Pasal 40
(1) Dalam keadaan luar biasa untuk kepentingan nasional Menteri Kesehatan dan/ atau atas
rekomendasi organisasi profesi dapat mencabut untuk sementara SIPB bidan yang melanggar
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
207
(2) Pencabutan izin sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selanjutnya diproses sesuai
dengan ketentuan Keputusan ini.

Pasal 41
(1) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dapat
membentuk Tim/ Panitia yang bertugas melakukan pemantauan pelaksanaan praktik bidan di
wilayahnya.
(2) Tim/ Panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur pemerintah, Ikatan Bidan
Indonesia dan profesi kesehatan terkait lainnya.

BAB IX
S A N K S I

Pasal 42
Bidan yang dengan sengaja :
a. melakukan praktik kebidanan tanpa mendapat pengakuan/ adaptasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 dan/ atau;
b. melakukan praktik kebidanan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;
c. melakukan praktik kebidanan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 ayat (1) ayat (2);
dipidana sesuai ketentuan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan.

Pasal 43
Pimpinan sarana pelayanan kesehatan yang tidak melaporkan bidan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 32 dan/atau mempekerjakan bidan yang tidak mempunyai izin praktik, dapat dikenakan
sanksi pidana sesuai ketentuan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang
Tenaga Kesehatan.

Pasal 44
(1) Dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, Bidan yang
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang diatur dalam Keputusan ini dapat dikenakan
tindakan disiplin berupa teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan izin.
(2) Pengambilan tindakan disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
208

BAB X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 45
(1) Bidan yang telah mempunyai surat penugasan dan SIPB berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 572/Menkes/Per/VI/1996 tentang Registrasi dan Praktek Bidan dianggap
telah memiliki SIB dan SIPB berdasarkan ketentuan ini.
(2) SIB dan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama 5 (lima) tahun dan
apabila telah habis masa berlakunya dapat diperbaharui sesuai ketentuan Keputusan ini.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 46
Dengan ditetapkannya Keputusan ini, maka Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
572/Menkes/Per/VI/1996 tentang Registrasi dan Praktek Bidan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 47
Keputusan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 25 Juli 2002
MENTERI KESEHATAN RI
Dr. ACHMAD SUJUDI