KEPUTUSANMENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 900/MENKES/SK/VII/2002
TENTANG
REGISTRASI DAN PRAKTIK BIDAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang
: bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah
perlu diadakan
penyempurnaan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
572/Menkes/Per/VI/1996
tentang Registrasi dan Praktik Bidan.
Mengingat
:
1. Undang-undang Nomor 23
Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara
Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3495);
2.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran
Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran
Negara
Nomor 3839);
3.
Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara
Tahun
1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);
4.
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan
Lembaran
Negara Nomor 3637);
5.
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah
dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom
(Lembaran
Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran
Negara
Nomor 3952);
6.
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan
Pengawasan
Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara
Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4090);
7.
Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan
Dekonsentrasi
(Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 62, Tambahan
Lembaran
Negara Nomor 4095);
196
8.
Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2001 tentang Penyelengaraan
Tugas
Pembantuan (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 77,
Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4106);
9.
Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2001 tentang Pelaporan
Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001
Nomor
100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4124);
10.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1994 tentang
Pengangkatan
Bidan Sebagai Pegawai Tidak Tetap;
11.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2000 tentang
Perubahan
Atas Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1994 tentang
Pengangkatan
Bidan Sebagai Pegawai Tidak Tetap;
12.
Keputusan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Nomor
1446.A/Menkes-Kessos/SK/IX/2000
tentang Petunjuk Teknis
Pelaksanaan
Perpanjangan Masa Bakti Bidan PTT dan Pengembangan
Karier
Bidan Pasca PTT;
13.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1277/Menkes/SK/XI/2001
tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan.
M E M U T U S K A N:
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN
TENTANG REGISTRASI
DAN PRAKTIK BIDAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal
1
Dalam
Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1.
Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan
lulus ujian
sesuai
dengan persyaratan yang berlaku.
2.
Registrasi adalah proses pendaftaran, pendokumentasian dan pengakuan terhadap
bidan,
setelah
dinyatakan memenuhi minimal kompetensi inti atau standar penampilan minimal
yang
ditetapkan, sehingga secara fisik dan mental mampu melaksanakan praktik
profesinya.
3.
Surat Izin Bidan selanjutnya disebut SIB adalah bukti tertulis pemberian
kewenangan untuk
menjalankan
pelayanan asuhan kebidanan di seluruh wilayah Republik Indonesia.
197
4.
Praktik Bidan adalah serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang diberikan
oleh bidan
kepada
pasien (individu, keluarga dan masyarakat) sesuai dengan kewenangan dan
kemampuannya.
5.
Surat Izin Praktik Bidan selanjutnya disebut SIPB adalah bukti tertulis yang
diberikan kepada
bidan
untuk menjalankan praktik bidan.
6.
Standar Profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam
melaksanakan
profesi secara baik.
7.
Organisasi Profesi adalah Ikatan Bidan Indonesia (IBI).
BAB II
PELAPORAN DAN REGISTRASI
Pasal
2
(1)
Pimpinan penyelenggaraan pendidikan bidan wajib menyampaikan laporan secara
tertulis
kepada
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi mengenai peserta didik yang baru lulus,
selambatlambatnya
1
(satu) bulan setelah dinyatakan lulus.
(2)
Bentuk dan isi laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Formulir I
terlampir.
Pasal
3
(1)
Bidan yang baru lulus mengajukan permohonan dan mengirimkan kelengkapan
registrasi
kepada
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dimana institusi pendidikan berada guna
memperoleh
SIB selambat-lambatnya 1(satu) bulan setelah menerima ijazah bidan.
(2)
Kelengkapan registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain meliputi
:
a.
fotokopi Ijazah Bidan;
b.
fotokopi Transkrip Nilai Akademik;
c.
surat keterangan sehat dari dokter;
d.
pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
(3)
Bentuk permohonan SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Formulir II
terlampir.
Pasal
4
(1)
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atas nama Menteri Kesehatan melakukan
registrasi
berdasarkan
permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 untuk menerbitkan SIB.
(2)
SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi
atas
nama Menteri Kesehatan, dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak
permohonan
diterima dan berlaku secara nasional.
(3)
Bentuk dan isi SIB sebagaimana tercantum dalam Formulir III terlampir.
198
Pasal
5
(1)
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi harus membuat pembukuan registrasi mengenai SIB
yang
telah
diterbitkan.
(2)
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi menyampaikan laporan secara berkala kepada
Menteri
Kesehatan
melalui Sekretariat Jenderal c.q Kepala Biro Kepegawaian Departemen Kesehatan
dengan
tembusan kepada organisasi profesi mengenai SIB yang telah diterbitkan untuk
kemudian
secara berkala akan diterbitkan dalam buku registrasi nasional.
Pasal
6
(1)
Bidan lulusan luar negeri wajib melakukan adaptasi untuk melengkapi persyaratan
mendapatkan
SIB.
(2)
Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada sarana pendidikan
yang
terakreditasi
yang ditunjuk pemerintah.
(3)
Bidan yang telah menyelesaikan adaptasi diberikan surat keterangan selesai
adaptasi oleh
pimpinan
sarana pendidikan.
(4)
Untuk melakukan adaptasi bidan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas
Kesehatan
Propinsi.
(5)
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan melampirkan:
a.
Fotokopi Ijazah yang telah dilegalisir oleh Direktur Jenderal Pendidikan
Tinggi;
b.
Fotokopi Transkrip Nilai Akademik yang bersangkutan.
(6)
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud
pada ayat
(4)
menerbitkan rekomendasi untuk melaksanakan adaptasi.
(7)
Bidan yang telah melaksanakan adaptasi, berlaku
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal
3 dan Pasal 4.
(8)
Bentuk permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sebagaimana tercantum
dalam
Formulir
IV terlampir.
Pasal
7
(1)
SIB berlaku selama 5 Tahun dan dapat diperbaharui serta merupakan dasar untuk
menerbitkan
SIPB.
(2)
Pembaharuan SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Kepala Dinas
Kesehatan
Propinsi dimana bidan praktik dengan melampirkan antara lain:
a.
SIB yang telah habis masa berlakunya;
b.
Surat Keterangan sehat dari dokter;
c.
Pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
199
BAB III
M A S A B A K T I
Pasal
8
Masa
bakti bidan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang
berlaku.
BAB IV
P E R I Z I N A N
Pasal
9
(1)
Bidan yang menjalankan praktik harus memiliki SIPB.
(2)
Bidan dapat menjalankan praktik pada sarana kesehatan dan/ atau perorangan.
Pasal
10
(1)
SIPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) diperoleh dengan mengajukan
permohonan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
(2)
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan melampirkan
persyaratan,
antara
lain meliputi :
a.
fotokopi SIB yang masih berlaku;
b.
fotokopi ijazah Bidan;
c.
surat persetujuan atasan, bila dalam pelaksanaan masa bakti atau sebagai
Pegawai Negeri
atau
pegawai pada sarana kesehatan.
d.
surat keterangan sehat dari dokter;
e.
rekomendasi dari organisasi profesi;
f.
pas foto 4 X 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
(3)
Rekomendasi yang diberikan organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf e,
setelah
terlebih dahulu dilakukan penilaian kemampuan keilmuan dan keterampilan,
kepatuhan
terhadap kode etik profesi serta kesanggupan melakukan praktik bidan.
(4)
Bentuk permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) seperti tercantum dalam
Formulir
V
terlampir.
Pasal
11
(1)
SIPB berlaku sepanjang SIB belum habis masa berlakunya dan dapat diperbaharui
kembali.
(2)
Pembaharuan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/ Kota setempat dengan melampirkan:
a.
fotokopi SIB yang masih berlaku;
b.
fotokopi SIPB yang lama;
200
c.
surat keterangan sehat dari dokter;
d.
pas foto 4 X 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar;
e.
rekomendasi dari organisasi profesi.
Pasal
12
Bidan
pegawai tidak tetap dalam rangka pelaksanaan masa bakti tidak memerlukan SIPB.
Pasal
13
Setiap
bidan yang menjalankan praktik berkewajiban meningkatkan kemampuan keilmuan
dan/
atau
keterampilannya melalui pendidikan dan/ atau pelatihan.
BAB V
PRAKTIK BIDAN
Pasal
14
Bidan
dalam menjalankan praktiknya berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi
:
a.
pelayanan kebidanan;
b.
pelayanan keluarga berencana;
c.
pelayanan kesehatan masyarakat.
Pasal
15
(1)
Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a ditujukan
kepada ibu
dan
anak.
(2)
Pelayanan kepada ibu diberikan pada masa pranikah, prahamil, masa kehamilan,
masa
persalinan,
masa nifas, menyusui dan masa antara (periode interval).
(3)
Pelayanan kebidanan kepada anak diberikan pada masa bayi baru lahir, masa bayi,
masa anak
balita
dan masa pra sekolah.
Pasal
16
(1)
Pelayanan kebidanan kepada ibu meliputi :
a.
penyuluhan dan konseling;
b.
pemeriksaan fisik;
c.
pelayanan antenatal pada kehamilan normal;
d.
pertolongan pada kehamilan abnormal yang mencakup ibu hamil dengan abortus
iminens,
hiperemesis
gravidarum tingkat I, preeklamsi ringan dan anemi ringan;
e.
pertolongan persalinan normal;
201
f.
pertolongan persalinan abnormal, yang mencakup letak sungsang, partus macet
kepala di
dasar
panggul, ketuban pecah dini (KPD) tanpa infeksi, perdarahan post partum,
laserasi
jalan
lahir, distosia karena inersia uteri primer, post term dan pre term;
g.
pelayanan ibu nifas normal;
h.
pelayanan ibu nifas abnormal yang mencakup retensio plasenta, renjatan dan
infeksi
ringan;
i.
pelayanan dan pengobatan pada kelainan ginekologi yang meliputi keputihan,
perdarahan
tidak
teratur dan penundaan haid.
(2)
Pelayanan kebidanan kepada anak meliputi :
a.
pemeriksaan bayi baru lahir;
b.
perawatan tali pusat;
c.
perawatan bayi;
d.
resusitasi pada bayi baru lahir;
e.
pemantauan tumbuh kembang anak;
f.
pemberian imunisasi;
g.
pemberian penyuluhan.
Pasal
17
Dalam
keadaan tidak terdapat dokter yang berwenang pada wilayah tersebut, bidan dapat
memberikan
pelayanan pengobatan pada penyakit ringan bagi ibu dan anak sesuai dengan
kemampuannya.
Pasal
18
Bidan
dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 berwenang untuk
:
a.
memberikan imunisasi;
b.
memberikan suntikan pada penyulit kehamilan, persalinan dan nifas;
c.
mengeluarkan placenta secara manual;
d.
bimbingan senam hamil;
e.
pengeluaran sisa jaringan konsepsi;
f.
episiotomi;
g.
penjahitan luka episiotomi dan luka jalan lahir sampai tingkat II;
h.
amniotomi pada pembukaan serviks lebih dari 4 cm;
i.
pemberian infus;
j.
pemberian suntikan intramuskuler uterotonika, antibiotika dan sedativa;
k.
kompresi bimanual;
l.
versi ekstraksi gemelli pada kelahiran bayi kedua dan seterusnya;
202
m.
vacum ekstraksi dengan kepala bayi di dasar panggul;
n.
pengendalian anemi;
o.
meningkatkan pemeliharaan dan penggunaan air susu ibu;
p.
resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia;
q.
penanganan hipotermi;
r.
pemberian minum dengan sonde/ pipet;
s.
pemberian obat-obat terbatas, melalui lembaran permintaan obat sesuai dengan
Formulir VI
terlampir;
t.
pemberian surat keterangan kelahiran dan kematian.
Pasal
19
Bidan
dalam memberikan pelayanan keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam pasal
14
huruf
b, berwenang untuk :
a.
memberikan obat dan alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat kontrasepsi dalam
rahim, alat
kontrasepsi
bawah kulit dan kondom;
b.
memberikan penyuluhan/konseling pemakaian kontrasepsi;
c.
melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim;
d.
melakukan pencabutan alat kontrasepsi bawah kulit tanpa penyulit;
e.
memberikan konseling untuk pelayanan kebidanan, keluarga berencana dan
kesehatan
masyarakat.
Pasal
20
Bidan
dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
pasal
14
huruf c, berwenang untuk :
a.
pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan anak;
b.
memantau tumbuh kembang anak;
c.
melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas;
d.
melaksanakan deteksi dini, melaksanakan pertolongan pertama, merujuk dan
memberikan
penyuluhan
Infeksi Menular Seksual (IMS), penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat
Adiktif
lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya.
Pasal
21
(1)
Dalam keadaan darurat bidan berwenang melakukan pelayanan kebidanan selain
kewenangan
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14.
(2)
Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk penyelamatan jiwa.
203
Pasal
22
Bidan
dalam menjalankan praktik perorangan harus memenuhi persyaratan yang meliputi
tempat
dan
ruangan praktik, tempat tidur, peralatan, obat-obatan dan kelengkapan administrasi.
Pasal
23
(1)
Bidan dalam menjalankan praktik perorangan sekurang-kurangnya harus memiliki
peralatan
dan
kelengkapan administratif sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Keputusan ini.
(2)
Obat-obatan yang dapat digunakan dalam melakukan praktik sebagaimana tercantum
dalam
Lampiran
II Keputusan ini.
Pasal
24
Bidan
dalam menjalankan praktik harus membantu program pemerintah dalam meningkatkan
derajat
kesehatan masyarakat khususnya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana.
Pasal
25
(1)
Bidan dalam menjalankan praktik harus sesuai dengan kewenangan yang diberikan,
berdasarkan
pendidikan dan pengalaman serta dalam memberikan pelayanan berdasarkan
standar
profesi.
(2)
Di samping ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bidan dalam
melaksanakan
praktik
sesuai dengan kewenangannya harus :
a.
menghormati hak pasien;
b.
merujuk kasus yang tidak dapat ditangani;
c.
menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d.
memberikan informasi tentang pelayanan yang akan diberikan;
e.
meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan;
f.
melakukan catatan medik (medical record) dengan baik.
Pasal
26
Petunjuk
pelaksanaan praktik bidan sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Keputusan
ini.
BAB VI
PENCATATAN DAN PELAPORAN
Pasal
27
(1)
Dalam melakukan praktiknya bidan wajib melakukan pencatatan dan pelaporan
sesuai
dengan
pelayanan yang diberikan.
204
(2)
Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan ke Puskesmas dan
tembusan
kepada
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
(3)
Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Lampiran IV
Keputusan
ini.
BAB VII
PEJABAT YANG BERWENANGMENGELUARKAN
DANMENCABUT IZIN PRAKTIK
Pasal
28
(1)
Pejabat yang berwenang mengeluarkan dan mencabut SIPB adalah Kepala Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota.
(2)
Dalam hal tidak ada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Dinas
Kesehatan
Propinsi
dapat menunjuk pejabat lain.
Pasal
29
(1)
Permohonan SIPB yang disetujui atau ditolak harus disampaikan oleh Kepala Dinas
Kesehatan
Kabupaten/ Kota kepada pemohon dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu)
bulan
sejak tanggal permohonan diterima.
(2)
Apabila permohonan SIPB disetujui, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota harus
menerbitkan
SIPB.
(3)
Apabila Permohonan SIPB ditolak, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota harus
memberikan
alasan penolakan tersebut.
(4)
Bentuk dan isi SIPB yang disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum
dalam
Formulir
VII terlampir.
(5)
Bentuk surat penolakan SIPB sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tercantum dalam
Formulir
VIII terlampir.
Pasal
30
Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menyampaikan laporan secara berkala kepada
Kepala
Dinas
Kesehatan Propinsi setempat tentang pelaksanaan pemberian atau penolakan SIPB
diwilayahnya
dengan tembusan kepada organisasi profesi setempat.
205
BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal
31
(1)
Bidan wajib mengumpulkan sejumlah angka kredit yang besarnya ditetapkan oleh
organisasi
profesi.
(2)
Angka kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikumpulkan dari angka kegiatan
pendidikan
dan kegiatan ilmiah dan pengabdian masyarakat.
(3)
Jenis dan besarnya angka kredit dari masing-masing unsur sebagaimana dimaksud
pada ayat
(2)
ditetapkan oleh organisasi profesi.
(4)
Organisasi profesi mempunyai kewajiban membimbing dan mendorong para anggotanya
untuk
dapat mencapai angka kredit yang ditentukan.
Pasal
32
Pimpinan
sarana kesehatan wajib melaporkan bidan yang melakukan praktik dan yang
berhenti
melakukan
praktik pada sarana kesehatannya kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota
dengan
tembusan kepada organisasi profesi.
Pasal
33
(1)
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dan/ atau organisasi profesi terkait
melakukan
pembinaan
dan pengawasan terhadap bidan yang melakukan praktik diwilayahnya.
(2)
Kegiatan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan
melalui
pemantauan yang hasilnya dibahas secara periodik sekurang-kurangnya 1 (satu)
kali
dalam
1 (satu) tahun.
Pasal
34
Selama
menjalankan praktik seorang Bidan wajib mentaati semua peraturan
perundang-undangan
yang
berlaku.
Pasal
35
(1)
Bidan dalam melakukan praktik dilarang:
a.
menjalankan praktik apabila tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam
izin
praktik.
b.
melakukan perbuatan yang bertentangan dengan standar profesi.
(2)
Bagi bidan yang memberikan pertolongan dalam keadaan darurat atau menjalankan
tugas
didaerah
terpencil yang tidak ada tenaga kesehatan lain, dikecualikan dari larangan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) butir a.
206
Pasal
36
(1)
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dapat memberikan peringatan lisan atau
tertulis
kepada
bidan yang melakukan pelanggaran terhadap Keputusan ini.
(2)
Peringatan lisan atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
paling banyak 3
(tiga)
kali dan apabila peringatan tersebut tidak diindahkan, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota
dapat mencabut SIPB Bidan yang bersangkutan.
Pasal
37
Sebelum
Keputusan pencabutan SIPB ditetapkan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota
terlebih
dahulu mendengar pertimbangan dari Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK)
atau
Majelis
Pembinaan dan Pengawasan Etika Pelayanan Medis (MP2EPM) sesuai peraturan
perundang-undangan
yang berlaku.
Pasal
38
(1)
Keputusan pencabutan SIPB disampaikan kepada bidan yang bersangkutan dalam
waktu
selambat-lambatnya
14 (empat belas) hari terhitung sejak keputusan ditetapkan.
(2)
Dalam Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebutkan lama pencabutan
SIPB.
(3)
Terhadap pencabutan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan
keberatan
kepada
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah
Keputusan
diterima, apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari tidak diajukan keberatan,
maka
keputusan tersebut dinyatakan mempunyai kekuatan hukum tetap.
(4)
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi memutuskan ditingkat pertama dan terakhir semua
keberatan
mengenai pencabutan SIPB.
(5)
Sebelum prosedur keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditempuh,
Pengadilan Tata
Usaha
Negara tidak berwenang mengadili sengketa tersebut sesuai dengan maksud Pasal
48
Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara.
Pasal
39
Kepada
Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota melaporkan setiap pencabutan SIPB kepada Kepala
Dinas
Kesehatan Propinsi setempat dengan tembusan kepada organisasi profesi setempat.
Pasal
40
(1)
Dalam keadaan luar biasa untuk kepentingan nasional Menteri Kesehatan dan/ atau
atas
rekomendasi
organisasi profesi dapat mencabut untuk sementara SIPB bidan yang melanggar
ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
207
(2)
Pencabutan izin sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selanjutnya
diproses sesuai
dengan
ketentuan Keputusan ini.
Pasal
41
(1)
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota
dapat
membentuk
Tim/ Panitia yang bertugas melakukan pemantauan pelaksanaan praktik bidan di
wilayahnya.
(2)
Tim/ Panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur pemerintah,
Ikatan Bidan
Indonesia
dan profesi kesehatan terkait lainnya.
BAB IX
S A N K S I
Pasal
42
Bidan
yang dengan sengaja :
a.
melakukan praktik kebidanan tanpa mendapat pengakuan/ adaptasi sebagaimana
dimaksud
dalam
Pasal 6 dan/ atau;
b.
melakukan praktik kebidanan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;
c.
melakukan praktik kebidanan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam
Pasal
25 ayat (1) ayat (2);
dipidana
sesuai ketentuan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang
Tenaga
Kesehatan.
Pasal
43
Pimpinan
sarana pelayanan kesehatan yang tidak melaporkan bidan sebagaimana dimaksud
dalam
Pasal
32 dan/atau mempekerjakan bidan yang tidak mempunyai izin praktik, dapat
dikenakan
sanksi
pidana sesuai ketentuan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996
tentang
Tenaga
Kesehatan.
Pasal
44
(1)
Dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, Bidan yang
melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan yang diatur dalam Keputusan ini dapat dikenakan
tindakan
disiplin berupa teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan izin.
(2)
Pengambilan tindakan disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai
ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
208
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal
45
(1)
Bidan yang telah mempunyai surat penugasan dan SIPB berdasarkan Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor 572/Menkes/Per/VI/1996 tentang Registrasi dan Praktek Bidan dianggap
telah
memiliki SIB dan SIPB berdasarkan ketentuan ini.
(2)
SIB dan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama 5 (lima) tahun
dan
apabila
telah habis masa berlakunya dapat diperbaharui sesuai ketentuan Keputusan ini.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal
46
Dengan
ditetapkannya Keputusan ini, maka Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
572/Menkes/Per/VI/1996
tentang Registrasi dan Praktek Bidan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal
47
Keputusan
Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan ini dengan
penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
di Jakarta
Pada
tanggal 25 Juli 2002
MENTERI
KESEHATAN RI
Dr. ACHMAD SUJUDI